Oleh:
Fanny Gunawan. S.IP.
Rencana
pemerintah untuk menaikan harga Bahan bakar Minyak atau yang sering dikenal
dengan bbm Bersubsidi (jenis : premium) sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per
liter Per 1 April 2012 gagal sudah setelah kalah voting pada rapat sidang
paripurna DPR, dimana banyak pihak menganggap telah menghasilkan keputusan
rancu pada isi Pasal 7 Ayat 6a UU APBN 2012 yang bertentangan dengan ayat
sebelumnya (Pasal 7 Ayat 6). Sidang paripurna menyetujui adanya penambahan Ayat
6a yang menyatakan bahwa “pemerintah
bisa menyesuaikan harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah di
Indonesia (ICP) naik atau turun hingga lebih dari 15 persen dalam waktu enam
bulan”. Keputusan tersebut bertentang dengan Pasal 7 Ayat 6 yang isinya
menyebutkan bahwa harga
jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Yang di respon
dengan mengadakan sidang kabinet di kediaman Presiden, Jakarta Pusat, malam
ini, Sabtu 31 Maret 2012. Meski banyak kalangan menganggap apabila ketentuan
ini hampir sama, malah dengan adanya penambahan undang-undang ini pemerintah
dapat menaikan BBM apabila harga minya dunia telah melewati batas ketentuan
subsidi. Diteruskan goncang-ganjing tidak konsistennya politik PKS yang
setengah-setengah menjadi paratai koalisi turut meramaikan perpolitikan
Indonesia.
Analisis
politik yang penulis gambarkan ialah politisasi isu ini mampu menaikan bargaining posisi partai pada pemilu
kedepan di tambah aksi anarkis demostrasi di beberapa daerah yang mewarnai wacana
kenaikan harga BBM dinilai sangat berbahaya terhadap legitimasi rakyat terhadap
pemerintahan SBY-Budioeno, dimana kekhawatiran terbesar dari isu kenaikan ini
ialah Inflasi 7 % dan kenaikan terhadap harga barang primer dan sekunder
dimasyarakat yang di perkirakan cepat atau lambat merangkak naik.
Kampanye
dan klarifikasi pihak pro dan kontra pun telah banyak beredar baik melalui Blackberry messenger, Facebook, dan
media-media lain nya seputar wacana kenaikan BBM ini guna mempersuasi dan
mencoba memberikan wawasan kepada masyarakat seputar pro dan kontra kenaikan
BBM.
Permasalahan
mendasarnya ialah 1500 rupiah yang telah begitu menghabiskan energi bangsa ini
untuk terus maju ?! bukan bermaksud menyepelekan hal ini dan bukan bermaksud
untuk pro pemerintah. Tapi perlu kita mengerti jika sumber APBN berasal dari
pajak dan oleh hutang baik dalam (SUN, ORI) maupun luar negeri (terlihat
bagaimana kontribusi utang dalam APBN terus meningkat. Pada 2010 hanya Rp 1,9
trilyun, tapi pada 2011 naik menjadi Rp 3,7 trilyun) untuk terus membiayai
bangsa ini terus berjalan, sungguh ironis bagi sebuah bangsa yang sempat
mencita-cita kan prinsip berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) yang luntur
tertelan zaman dan kelompok-kelompok perusak.
Penggunaan
Premiun (bahan bakar minyak yang di subsidi) dinilai telah salah sasaran, baik
pihak pro dan kontra yang masing-masing memiliki argumennya dalam pembenaran
hal ini.
Satu
hal yang perlu bangsa ini sadari dan fahami ialah bahwa faktanya ialah, Indonesia adalah negara kaya dengan keadaan
yang termiskinkan. 58 tahun kita merdeka dan 14 tahun reformasi namun tetap
saja elit politik kita hanya berkutat pada tatar lagu lama yang berirama
kepentingan kelompok dan korupsi hingga tidak jemu-jemu hanya keprihatinan dan
kesesalan yang kita lihat di negeri tercinta.
Generasi Indonesia
Tanpa
mencoba skeptis akan perubahan, namun hal ini sebagai keadaan yang penulis
anggap ironis terlebih dari 200 juta jiwa lebih penduduk indonesia sebagai mana
sumber BPS ternyata masih belum menghasilkan individu-individu perubah dan
pembangun bangsa. Dimanakah reformis-reformis 1998 yag menggulingkan Soeharto?
teknokrat Indonesia? ataukah bangsa ini telah menerkam mereka untuk berkarya
dan berkontribusi terhadap bangsa yang kita cintai ?! ataukah negara Indonesia
hanya sebuah bangsa yang penuh dengan para elit politik dan koruptor-koruptor
serakah ?!
Permasalahan
BBM atau kenaikan premium. Meski bukan berlatar belakang dari keilmuan teknik
transportasi namun penulis mencoba memberikan sedikit solusi yang dikemukan
ialah harapan akan moda transportasi murah dan pro rakyat tanpa terjejal oleh
fasilitas dan layanan kemacetan jalan raya, dengan demikian diharapkan terlahir
produktifitas yang baik di tengah masyarakat Indonesia yang akan berimbas
kepada ekonomi terutama dan peningkatan sektor layanan jalan umum termasuk perbaikan
(maintenance), pembanguanan transporasi kereta listrik, peningkatan pelayanan
bus, pembangunan energi terbarukan seperti pemanfaatan tenaga air, biomassa,
surya dan panas bumi.
Solusi
diatas tidak akan tercipta dengan sendiri nya, namun perlu di dana secara
signifikan dan logika pengurangan subsidi BBM kemudian di teruskan kepada
pembangunan sektor lain cukup rasional penulis nilai. Atau subsisdi tetap bertahan dan bangsa ini
tereksploitasi tanahnya oleh perusahan pemilik modal yang kebanyakan perusahaan
asing, karna ketidakmampuan akan modal dalam membangun tanah nya. Menaikan BBM (premiun) sendiri pun merupakan
pilihan pahit, namu tidak apalah seperti kata pepatah “bersakit-sakit dahulu,
berenang-renang kemudian”. Isu kenaikan BBM ini terlalu terpolitisasi oleh
partai-partai oposisi dan yg koalisi-koalisian bagi pemilu 2014 berharap
mendapatkan kenaikan simpatisan dari isu ini karena bagi masyarakat bawah semua
dinilai baik asalankan “murah” yang
menghasilkan produktifitas murahan dan manja-manjaan.
Dan
terakhir mari kita bangun terus persatuan untuk mengawal bangsa ini menjadi
bangsa yang besar dan mampu mensejahterakan masyarakatnya kedepan.
Penulis
hanya seorang alumni perguruan tinggi negeri, yang mencoba menyuarakan aspirasi
pada kemajuan bangsa, tanpa berfikir bahwa perubahan akan muncul oleh
demonstrasi sebagaimana refleksi reformasi yang nyata-nyata belum bisa
memberikan perubahan secara signifikan bagi bangsa.***